Pepatah lama mengatakan "Bahkan saudara dekat pun menjaga hitungan yang jelas," dan itu terjadi di dalam raksasa teknologi Samsung. Di tengah gelombang supercycle kenaikan harga DRAM global, hubungan "serumah" antara divisi Samsung mendadak memanas.
Laporan terbaru dari media Korea Selatan, Sedaily, mengungkap Samsung Semiconductor (DS) menolak menandatangani kontrak jangka panjang pemasokan DRAM untuk divisi ponsel Galaxy, yakni Mobile eXperience (MX). Keputusan itu dipicu strategi DS yang kini mengejar profit setinggi langit dari pasar memori berharga premium.
MX di Bawah Tekanan
Pada saat yang sama, divisi MX sedang berjibaku menjaga profit menjelang peluncuran seri flagship Galaxy S26 awal tahun depan. Tanpa kontrak harga jangka panjang, biaya produksi Galaxy dipastikan melambung, memberi tekanan besar pada struktur keuntungan mereka.
Ketika harga DRAM meroket, DS memilih mengamankan pundi-pundi lewat fokus pada produk bernilai tinggi seperti HBM untuk akselerator AI dan LPDDR kelas premium. Di sinilah gesekan internal mulai terbuka lebar.
MX sejatinya meminta kontrak lebih dari satu tahun untuk menjamin stabilitas harga memori. Namun, DS bersikeras hanya mau memberikan kontrak kuartalan selama tiga bulan. Negosiasi intensif bahkan dilakukan langsung oleh jajaran eksekutif MX, tetapi hasil akhirnya tetap: hanya kontrak sampai akhir kuartal empat yang dapat disepakati.
Biaya Material Meroket Dua Kali Lipat
Kenaikan harga memori menjadi momok utama MX. Menurut laporan, harga LPDDR5X 12GB—memori vital yang banyak dipakai seri Galaxy—melonjak hingga sekitar USD 70 (Rp16.600/USD) pada akhir November. Angka ini lebih dari dua kali lipat dari harga awal tahun yang hanya USD 33 (sekitar Rp547.800). Lonjakan dua kali lipat ini otomatis membuat biaya material per unit smartphone naik drastis.
Beban biaya MX makin berat karena harga chip lain juga naik. Pengadaan prosesor mobile (AP), komponen paling mahal dalam smartphone, meningkat tajam dari 8,7 triliun won (sekitar Rp98,57 triliun) menjadi 10,9 triliun won (sekitar Rp123,40 triliun) dalam satu tahun—sebuah pertumbuhan 25,5%. Proporsi pengadaan bahan baku di divisi DX (yang menaungi MX) pun naik dari 16,6% ke 19,1%. (Kurs Rp11,33/Won).
Dalam struktur biaya smartphone, prosesor menyumbang sekitar 20%, sementara memori mencapai 15%. Ketika keduanya kompak naik, analis memperkirakan kontribusi biaya chipset terhadap total ongkos produksi melonjak minimal lima poin persentase. Tak heran internal Samsung disebut sedang “pusing tujuh keliling” menyusun strategi harga Galaxy S26.
Di sisi lain, divisi DS tetap teguh memanfaatkan momentum kenaikan harga memori. Seorang sumber industri menyebut, “Akselerator AI menyerap bukan hanya HBM, tetapi juga LPDDR. DS harus mengatur ulang portofolio produk untuk memaksimalkan profit.” Dengan ledakan permintaan chip pendukung AI, DS memandang periode ini sebagai kesempatan yang terlalu berharga untuk dilewatkan.
Dalam bahasa bisnis, ini adalah momen ketika kepentingan "saudara kandung" tak lagi sejalan. MX ingin stabilitas biaya untuk melindungi margin flagship mereka, sementara DS mengejar keuntungan maksimum dari euforia pasar AI. Di tengah kenaikan biaya yang masif ini, satu hal yang pasti tentunya strategi harga Galaxy S26 dipertaruhkan, dan drama internal di tubuh Samsung tampaknya baru dimulai.
