Melihat Kembali Sinestesia dan Warna-Warni di Dalamnya

Sinestesia adalah album penuh ketiga dari salah satu band indie terbesar di Indonesia, Efek Rumah Kaca. Dimana pada tanggal 18 Desember 2022 lalu album ini telah genap berusia 7 tahun.


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sinestesia adalah suatu kondisi pada saraf yang terjadi ketika informasi yang dimaksudkan untuk merangsang salah satu indra merangsang indra lainnya. Contohnya musik yang didengar terlihat sebagai suatu warna tertentu. 


Pun begitu dengan album yang satu ini, dimana belasan lagu yang ada dikelompokan kedalam 6 trek panjang dengan enam warna berbeda yang dirasa Adrian Yunan (Mantan Bassist ERK) pas untuk mewakili setiap gabungan fragmennya.


Tak heran jika album ini berbeda dengan dua album mereka sebelumnya, Kamar Gelap (2008) dan Efek Rumah Kaca (2007). Dimana pada Sinestesia para pendengar harus menyiapkan tenaga yang lebih, karena setiap treknya memiliki durasi panjang.

Melihat Kembali Sinestesia dan Warna-Warni di Dalamnya


Daftar lagu

1. Merah (Ilmu Politik, Lara Di Mana-Mana, Ada Ada Saja) 11:20 menit

2. Biru (Pasar Bisa Diciptakan, Cipta Bisa Dipasarkan) 9:53 menit

3. Jingga (Hilang, Nyala Tak Terperi, [Instrumental] Cahaya, Ayo Berdansa) 13:29 menit

4. Hijau (Keracunan Omong Kosong, Cara Pengolahan Sampah) 7:46 menit

5. Putih (Tiada, Ada) 9:46 menit

6. Kuning (Keberagamaan, Keberagaman, Leleng [Instrumental] Suku Dayak Kenyah, Samarinda) 12:17 menit


Pada album ini, trek terpendek jatuh kepada Hijau dengan durasi 7:46 menit, sementara yang terpanjang ada pada Jingga dengan 13:29 menit. Cukup melelahkan bukan?


Namun terlepas dari durasinya yang bisa dibilang tidak biasa dilakukan oleh Efek Rumah Kaca, hal itu dibayar tuntas dengan lirik serta musik yang menarik untuk didengarkan.


Dibuka dengan nomor Merah, band yang kini sudah tidak lagi menjadi trio minimalis ini seolah mengingatkan kita akan kondisi politik yang tengah terjadi. Lewat lirik yang cukup satir, Cholil dan kawan-kawan juga mengajak kita untuk tidak lupa melakukan perlawanan, seperti pada potongan lirik "Aku akan menjadi garam di lautan mereka...Aku akan menjadi kanker dalam tubuh mereka".


Pada trek Biru yang mewakili dua lagu "Pasar Bisa Diciptakan" dan "Cipta Bisa Dipasarkan", ERK seperti ingin menyampaikan kegelisahan mereka terhadap industri kreatif, khususnya musik. Sekaligus sebagai sebuah penegasan tentang bagaimana mereka tidak mau tunduk pada pasar dan ingin menciptakan pasar mereka sendiri.


Dalam Jingga, kita disuguhi "Hilang", "Nyala Tak Terperi", sebelum instrumental "Cahaya, Ayo Berdansa" ditawarkan di akhir permainan. Jika kalian sering atau setidaknya pernah mendengar/tau tentang aksi kamisan, Hilang mewakili mereka.


Bagaimana para orang tua, keluarga, sanak saudara, atau bahkan entah siapa saja mereka yang masih tetap semangat berjuang mencari keadilan dengan berdiri di depan istana setiap kamisnya. Dengan pakaian serba hitam dan sebuah payung ditangan, mereka meminta negara untuk bertanggung jawab atas apa yang pernah mereka perbuat di masa lalu.


Hingga kini, mereka masih tetap setia melakukan aksi kamisan dan menunggu bagaimana sikap negara terkait dengan kasus pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi.


Pada bagian "Nyala Tak Terperi", Adrian sepertinha melihat banyak cahaya. Seperti pada potongan lirik "Ku bermandikan cahaya mentari, mendarah mendaging dan Menjadi energi...Segala gurita sirna, terkikis doa, semua indera terbuka".


Trek keempat terdapat Hijau yang berisi "Keracunan Omong Kosong" dan "Cara Pengolahan Sampah". Selain ingin memberikan kritik pada masyarakat secara luas termasuk pejabat, pada warna ini ERK juga tampaknya mengajak kita untuk sadar terhadap lingkungan "Yang plastik, problematik Mending diotak atik, jadi hiasan apik... Yang organik, pemantik diotak atik, berharap jadi listrik".


Selanjutnya ada Putih dengan "Tiada" dan "Ada", dua lagu dengan dua tangisan berbeda. Pada bagian pertama, mereka mengajak para pendengar membayangkan kematian. Mulai saat berada di mobil ambulan, melihat yang ditinggalkan menangis, hingga mengingatkan kita jika kematian bisa datang kapanpun dan dimanapun. 


Setelahnya, kita diperdengarkan dengan sebuah tangis bayi yang pecah dalam "Ada" serta segala nasihat, doa dan harapan yang menyertainya. Seperti yang tercermin pada potongam lirik "Selamat datang di samudera, Ombak ombak menerpa, Rekah rekah dan berkahlah", "Dan tentang kebenaran, Juga kejujuran, Tak kan mati kekeringan, Esok kan bermekaran".


Dan pada akhir Sinestesia, pendengar diajak melihat "Keberagamaan" juga "Keberagaman" yang ada pada Kuning. Dalam Keberagamaan, ERK seolah memperlihatkan bagaimana kita menjalani kehidupan ini. Mulai dari "mengonsepsi tuhan", "Mencari setiap jejakNya, Mengulas semua kehendakNya", hingga mengingkari Tuhan dengan "Melarang atas perbedaan" karena terbelenggu oleh tradisi.


Melalui Keberagaman, mereka seolah mengajak kita untuk melihat betapa indahnya keberagaman itu. "Beragam, berwarna",

"Bermacam agama, Dipancarkan cintanya", yang pada akhirnya nanti, di "padang yang luas tak terbatas" kita bersama-sama sebagai manusia yang pernah hidup di bumi saling "Berarak beriringan, Berseru dan menyebut Dia".



Lewat Sinestesia dan Warna-Warni di Dalamnya, Efek Rumah Kaca tampak ingin mengajak pendengarnya untuk melihat permasalahan yang saat ini mungkin masih kerap terjadi pada kita.


Dengarkan Efek Rumah Kaca - Sinestesia di platform streaming musik kesayangan kalian.